
Surabaya, KoranKini.com – Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Polda Jawa Timur berhasil mengungkap keberadaan jaringan penyimpangan seksual sesama jenis atau gay berbasis daring yang memanfaatkan salah satu platform media sosial.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Jatim Kombes Pol. Raden Bagoes Wibisono membenarkan pengungkapan tersebut dan menyatakan bahwa saat ini kasus masih dalam tahap pengembangan.
“Ada yang sudah kami amankan, namun masih terus kami kembangkan oleh Subdit II,” kata Bagoes.
Ia belum merinci jumlah maupun identitas pihak-pihak yang diamankan dalam pengungkapan kasus ini, dengan alasan penyelidikan yang masih berjalan.
“Sabar, nanti kalau sudah tuntas, akan kami sampaikan secara lengkap,” ujarnya.
Jaringan tersebut diketahui telah berjalan sejak tiga tahun terakhir dan memiliki lebih dari 11 ribu anggota.
Pada awalnya, grup itu bersifat tertutup dan hanya dapat diakses dengan persetujuan admin. Namun belakangan grup tersebut terbuka untuk umum.
Menanggapi temuan tersebut, Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Jawa Timur juga menyatakan perhatian serius dan turut melakukan koordinasi dengan pihak kepolisian.
Kepala Diskominfo Jatim Sherlita menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan verifikasi serta analisis terhadap konten yang dibagikan dalam jaringan tersebut.
“Diskominfo Jatim menaruh perhatian terhadap informasi mengenai adanya grup gay yang memiliki jumlah anggota cukup signifikan,” kata Sherlita dalam keterangan kepada wartawan.
Pihaknya juga berkoordinasi dengan Polda Jatim untuk mendukung proses penyelidikan dan penyidikan lebih lanjut.
Kabidhumas Polda Jatim, Kombes Pol Jules mengingatkan pada masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan aplikasi pesan instan.
“Kami mengimbau masyarakat untuk tidak terlibat dalam aktivitas yang melanggar norma dan hukum, serta segera melaporkan jika menemukan konten-konten ilegal di media sosial,” tegasnya.
Kasus ini menunjukkan keseriusan aparat kepolisian dalam memberantas kejahatan siber, khususnya penyebaran konten pornografi yang dapat merusak moral dan melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.