Fenomena Grup FB Fantasi Sedarah Yang Bikin Resah

KoranKini.com – Media sosial nasional baru ini digegerkan dengan terbongkarnya sebuah grup di Facebook dengan nama yang secara gamblang menggambarkan isi dan tujuannya, sebuah wadah para predator seksual dan pelaku pedofilia yang menjadikan anak-anak sebagai objek kekerasan seksual, bahkan menjadikan inses sebagai bahan fantasi dan candaan.
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri bersama Direktorat Siber Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus grup Facebook ”Fantasi Sedarah” dan ”Suka Duka” dengan menangkap enam pelaku di beberapa tempat di Jawa dan Sumatera. Para pelaku berperan sebagai admin grup sekaligus anggota aktif yang mengunggah foto dan video seksual perempuan dan anak di bawah umur.
Grup Facebook tersebut sempat ramai diperbincangkan warganet di media sosial X hingga menjadi pembahasan di Instagram. Warganet pun membagikan tangkapan layar sejumlah isi percakapan grup tersebut yang mengarah ke inses atau seks sedarah. Ada ribuan anggota pengguna Facebook yang tergabung dalam grup tersebut.
Konten-konten yang tersebar dalam grup tersebut tidak hanya vulgar, tetapi juga secara terang-terangan mengangkat tema hubungan sedarah antara ayah dan anak, kakak dan adik, bahkan ibu dan anak. Ironisnya, grup-grup ini bukan tersembunyi di “dark web”, melainkan berada di ruang publik digital yang dapat diakses siapa saja, termasuk anak-anak dan remaja Indonesia yang aktif di media sosial.
Banyak dari anggota grup menggunakan akun palsu, namun sebagian lainnya berani menggunakan akun asli. Mereka saling berbagi cerita, foto, bahkan video fiktif yang diklaim sebagai “fantasi pribadi”. Namun, di balik dalih “kebebasan berimajinasi”, fenomena ini jelas-jelas merupakan bentuk normalisasi terhadap perilaku menyimpang dan kekerasan seksual dalam lingkup keluarga.
Polisi menangkap enam tersangka kasus dugaan asusila, pornografi, dan eksploitasi anak terkait konsen inses di grup Facebook tersebut di beberapa lokasi dan waktu yang berbeda. Para tersangka memiliki berbagai peran, mulai dari admin atau pembuat grup, anggota atau kontributor aktif, dan pengunggah konten. Motifnya pun berbeda-beda, untuk mendapatkan keuntungan dan kepuasan pribadi.
Kasus seperti ini memperkuat kesadaran kita bahwa tidak ada ruang aman bagi kekerasan, baik di rumah, di sekolah, maupun di dunia maya.